Dalam budaya karo , banyak sekali ragam budaya ataupun upacara-pacara religious yang dilakukan dalam kehidupan seseorang. Adapun contohnya adalah : erpangir, mukul, mesur-mesuri, mbaba anak ku lau, ngembahken nakan, teraka, purpur sage, guro-guro aron / kerja tahun dll.
Kali ini saya akan menuliskan ulang yaitu tentang Teraka.
Teraka adalah suatu seni merajah diri dengan gambar tertentu pada masyarakat karo, terutama kaum perempuan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa perempuan pada saat hamil atau melahirkan mudah sekali di serang oleh sedang bela (setan).
Menurut kepercayaan tradisional karo sedang bela itu selalu berpindah pindah tempat, seperti jahen tapiin (hilir pemandian), serpang (simpang jalan), dapur, dan di tirai rumah. Caranya menyerang manusia dapat melalui berbagai kejadian, seperti : terkejut (sengget), lihat (idah), atau dengar (begi).
Adapun lahirnya sedang bela itu menurut cerita ndapet pelawi dan Teleng pelawi adalah sebagai berikut:
Pada suatu hari lahirlah seorang manusia. Hari kelahirannya itu pada penanggalan orang karo pada hari nunda, yang membawa petaka bagi kedua orang tuanya. Ketika berumur 4 malam ibunya meninggal dunia dan pada umur 8 hari, ayanya juga meninggal dunia. Anak itu kemudian dipelihara oleh bibinya, akan tetapi dia juga takut mengalami nasib yang sama seperti kedua orang tua anak tersebut. Anak itu lalu di taruh iture (diteras/beranda) rumah, dengan harapan agar ia mati. Anak it uterus menangis, akibatnya penghuni rumah adat menjadi keberatan. Anak itu lalu di taruh di kolong rumah dan menyusui pada induk babi dan kemudian di buang ke jurang. Namun anak itu tidak juga mati.
Sedang bela dan anak-anaknya sedang bermain di tempat itu, mendengar jeritan anak itu, anak-anak sedang bela ingin memakannya, tetapi dilarang oleh ibunya, karena anak itu katanya mempunyai kesaktian.
Setelah lama tinggal di dalam jurang besarlah anak itu, lalu menanyakan sedang bela, apa yang menjadi antinya. Ada yang menjawab: jerangau, pundang, purih tonggal,upih sampe-sampe,apar-apar, dan sebagainya.
Itulah sebabnya pada maba anak ku lau peralatan ini semua dipakai.
Mantra mengusir sedang bela itu di katakana sebagai berikut
O…. ndilat la erdilah (Hai yang menjilat tapi tak berlidah)
Nipak la ernahe ( menyepak tapi tak berkaki )
Nganggeh la rigong ( mencium tanpa hidung)
Ngkarat la ripet ( menggigit tanpa gigi)
Asa pulang pulih ko ( Pulang lah kamu )
Kukerangen nambu raya ( ke hutan rimba raya)
Adi perlu ko bu (Kalau kau memerlukan rambut)
Mindo ko ku rukoh ( mintalah kepada enau tua)
Adi perlu ko tulan (kalau memerlukan tulang )
Mindo ko ku batu ( mintalah kepada batu)
Adi perlu ko daereh (kalo kau memerlukan darah)
Laws ko ku kayu erduruh (pergilah kepada kayu yang bergetah)
adi perlu ko jukut (kalau engkau memerlukan daging)
lawes ko kutaneh (pergilah kau ke tanah)
Adi perlu ko kesah (kalau engkau memerlukan nafas)
Laws ko ku angin (pergilah kau kepada angin)
Kueteh bapam, nandem (Aku tau ayah , ibumu )
Bapam sidandan Dibata (Ayah mu yang di kutuk Tuhan)
Nandem Beru Raja muah-muah ( Ibu mu beru raja muah-muah)
Pembuatan teraka pada masyarakat karo (khususnya perempuan), dilakukan semasa masih gadis. Bentuk-bentuknya adalah : keser-keser, teraka sipitu-pitu, dan tupak salah
bentuk keser-keser dan tupak salah
Teraka sipitu-pitu
sumber : ditulis ulang dari : Darwan Prinst, SH. ADAT KARO, bina media perintis, medan, 2008
0 komentar:
Posting Komentar