This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 18 Agustus 2016

TERAKA


Dalam budaya karo , banyak sekali ragam budaya ataupun upacara-pacara religious yang dilakukan dalam kehidupan seseorang. Adapun contohnya adalah : erpangir, mukul, mesur-mesuri, mbaba anak ku lau, ngembahken nakan, teraka, purpur sage, guro-guro aron / kerja tahun dll.
Kali ini saya akan menuliskan ulang yaitu tentang Teraka.

Teraka adalah suatu seni merajah diri dengan gambar tertentu pada masyarakat karo, terutama kaum perempuan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa perempuan pada saat hamil atau melahirkan mudah sekali di serang oleh sedang bela (setan).

Menurut kepercayaan tradisional karo sedang bela  itu selalu berpindah pindah tempat, seperti jahen tapiin (hilir pemandian), serpang  (simpang jalan), dapur, dan di tirai rumah. Caranya menyerang manusia dapat melalui berbagai kejadian, seperti : terkejut (sengget), lihat (idah),  atau dengar (begi).

Adapun lahirnya sedang bela  itu menurut cerita ndapet pelawi  dan Teleng pelawi adalah sebagai berikut:
Pada suatu hari lahirlah seorang manusia. Hari kelahirannya itu pada penanggalan orang karo pada hari nunda,  yang membawa petaka bagi kedua orang tuanya. Ketika berumur 4 malam ibunya meninggal dunia dan pada umur 8 hari, ayanya juga meninggal dunia. Anak itu kemudian dipelihara oleh bibinya, akan tetapi  dia juga takut mengalami nasib yang sama seperti kedua orang tua anak tersebut. Anak itu lalu di taruh  iture  (diteras/beranda) rumah, dengan harapan agar ia mati. Anak it uterus menangis, akibatnya penghuni rumah adat menjadi keberatan. Anak itu lalu di taruh di kolong rumah dan menyusui pada induk babi dan kemudian di buang ke jurang. Namun anak itu tidak juga mati.

Sedang bela  dan anak-anaknya sedang bermain di tempat itu, mendengar jeritan anak itu, anak-anak sedang bela  ingin memakannya, tetapi dilarang oleh ibunya, karena anak itu katanya mempunyai kesaktian.
Setelah lama tinggal di dalam jurang besarlah anak itu, lalu menanyakan sedang bela, apa yang menjadi antinya. Ada yang menjawab: jerangau, pundang, purih tonggal,upih sampe-sampe,apar-apar,  dan sebagainya.

Itulah  sebabnya pada  maba anak ku lau  peralatan ini semua dipakai.
Mantra mengusir sedang bela  itu di katakana sebagai berikut

O…. ndilat la erdilah  (Hai yang menjilat tapi tak berlidah)
Nipak la ernahe    ( menyepak tapi tak berkaki )
Nganggeh la rigong  ( mencium tanpa hidung)
Ngkarat la ripet  ( menggigit tanpa gigi)
Asa pulang pulih ko   ( Pulang lah kamu )
Kukerangen nambu raya   ( ke hutan rimba raya)
 Adi perlu ko bu    (Kalau kau memerlukan rambut)
Mindo ko ku rukoh (  mintalah kepada enau tua)
Adi perlu ko tulan  (kalau memerlukan tulang )
Mindo ko ku batu ( mintalah kepada batu)
Adi perlu ko daereh (kalo kau memerlukan darah)
Laws ko ku kayu erduruh (pergilah kepada kayu yang bergetah)
adi perlu ko jukut  (kalau engkau memerlukan daging)
lawes ko kutaneh (pergilah kau ke tanah)
Adi perlu ko kesah  (kalau engkau memerlukan nafas)
Laws ko ku angin (pergilah kau kepada angin)
Kueteh bapam, nandem  (Aku tau ayah , ibumu )
Bapam sidandan Dibata  (Ayah mu yang di kutuk Tuhan)
 Nandem Beru Raja muah-muah ( Ibu mu beru raja muah-muah)


Pembuatan teraka pada masyarakat karo (khususnya perempuan), dilakukan semasa masih gadis. Bentuk-bentuknya adalah : keser-keser, teraka sipitu-pitu, dan tupak salah

bentuk keser-keser                                           dan tupak salah


Teraka sipitu-pitu
 


sumber : ditulis ulang dari : Darwan Prinst, SH.  ADAT KARO, bina media perintis, medan, 2008
Share:

Guro - guro Aron

Guro-guro aron

Guro-guro aron berasal dari dua kata, yaitu: guro-guro dan aron. Guro-guro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan Karo, dengan memakai musik karo dan perkolong-kolong. Adapun perlengkapan musik karo yang dipakai untuk itu adalah: sarune, gendang (singindungi dan singanaki), gung dan penganak. Akan tetapi dewasa ini gendang guro-guro aron ini ada kalanya diiringi dengan keyboard. Sementara perkolong-kolong terdiri dari seorang perempuan dan seorang laki-laki yang menyanyi mengiringi aron (muda-mudi) menari. Menurut cerita sebelumnya dikenal dengan nama permangga-mangga, yang menyanyi dari satu desa ke desa lainnya.

Adapun fungsi guro-guro aron itu pada masyarakat Karo adalah sebagai :
    1. Latihan Kepemimpinan (Persiapan Suksesi).
    Maksudnya, bahwa dalam guro-guro aron, muda-mudi dilatih memimpin, mengatur, mengurus pesta tersebut. Untuk itu ada yang bertugas sebagai pengulu aron, bapa aron atau nande aron. mereka dengan mengikuti guro-guro aron ini dipersiapkan sebagai pemimpin desa (kuta) dikemudian hari.
    2. Belajar Adat Karo.
    Dalam melaksanakan guro-guro aron, muda-mudi juga belajar tentang adat Karo. Misalnya bagaimana cara ertutur, mana yang boleh teman menari, mana yang boleh menurut adat atau mana yang tidak boleh dilakukan dan lain-lain.
    3. Hiburan.
    Guro-guro aron juga berfungsi sebagai alat hiburan bagi peserta dan penduduk kampung. Malahan pada waktu itu penduduk kampung, dan tetangga kampung lain juga biasanya hadir.
    4. Metik (tata rias).
    Dengan diselenggarakannya guro-guro aron, maka muda-mudi, yakni anak perana dan singuda-nguda belajar tata rias (metik) guna mempercantik diri. Mereka belajar melulur diri, membuat tudung atau bulang-bulang dan lain sebagainya.
    5. Belajar Etika.
    Dalam melaksanakan guro-guro aron ini, anak perana dan singuda-nguda juga belajar etika atau tata krama pergaulan hidup dengan sesamanya.
    6. Arena cari Jodoh.
    Guro-guro aron juga dimaksudkan sebagai arena cari jodoh bagi anak perana dan singuda-nguda. Oleh karena itu adakalanya pelaksanaannya didorong oleh orang-orang tua, karena melihat banyak perawan tua dan lajang tua di kampungnya.
Adapun guro-guro aron ini dalam pelaksanaannya ada tugas-tugas yang dibagi seperti:
    1. Pengulu Aron/Kemberahen aron.
    Biasanya gendan guro-guro aron dipimpin oleh pengulu aron dan seorang kemberahen aron. Pengulu aron biasanya dipilih dari pemuda keturunan bangsa tanah (si mantek kuta), sementara kemberahen aron dipilih dari pemudi kuta anak kalimbubu kuta.
    2. Si mantek guro-guro aron.
    Yang disebut si mantek adalah pemuda atau pemudi dari satu dua yang ikut sebagai peserta/pelaksana guro-guro aron tersebut. si mantek guro-guro aron berkewajiban membayar biaya yang disebut adangen, sebesar yang telah ditentukan dalam musyawarah.
    3. Pengelompokan aron.
    Aron dikelompok menurut beru-nya masing-masing, misalnya aron beru Ginting, aron beru Karo, aron beru Perangin-angin, aron beru Seambiring, aron beru Tarigan. Si pemuda menyesuaikan tempat duduknya dengan kelompok pemudi itu, misalnya bere-bere Karo di aron beru Karo, bere-bere Sembiring di aron beru Sembiring, bere-bere Ginting di aron beru Ginting dan bere-bere Tarigan di aron beru Tarigan. ini untuk menjaga aturan adat, agar pasangan yang tidak boleh berkawin tidak boleh duduk dan menari bersama. aron dipimpin bapa /nande aron.
    4. Kundulen guro-guro aron.
    Adalah tempat duduk guro-guro ditempatkan pada salah satu rumah adat. Ini untuk menjaga sesuatu hal pelaksanaan guro-guro tidak dapat dilaksanakan di lapanangan (kesain). Untuk itu pengulu aron dan kemberahen aron datang minta izin kepada pemilik rumah.
5. Aturan Menari.
Dalam praktik untuk meramaikan pembukaan guro-guro aron, ada kalanya perkolong-kolong diadu berpantun sambil bernyanyi. Atau ada kalanya diadakan pencak silat (ndikkar), dan setelah orang berkumpul guro-guro aron pun dimulai menurut arutan adat karo.
    a. Gendang Adat
    b. Landek Permerga-merga
    c. Landek Aron
    d. Landek Pekuta-kutaken
    5. Tepuk dan ndehile.
    Untuk mengakhiri guro-guro aron biasanya juga diakhiri dengan acara menari menurut adat, seperti pada poin (4), malahan dalam acara penutupan ini si erjabaten (pemusik) pun diberi kesempatan untuk menari.
    Demikian sepintas mengenai acara pelaksanaan guro-guro aron. Akan tetapi dengan lahirnya musik keyboard, masalah etika menjadi tidak diperhatikan. Tata cara menari yang semakin seronok dan serampangan. Ini perlu dihilangkan untuk tetap menghormati adat dan etika Karo.
    (Sumber: di tulis ulang dari buku : Darwin Prinst, Adat Karo 2004)
Share:

Lagu perjabun, Lagu nganting manuk, Lagu pengantin karo

Lagu perjabun, Lagu nganting manuk, Lagu pengantin karo

Disini saya tuliskan kembali beberapa lagu yang sering di nyanyikan saat pesta ada perkawinan suku karo
lagu yang sering di nyanyikan pengantin karo atau lagu nganting manuk (lagu yang dinyanyikan saat acara nganting manuk), atau dengan istilah lagu perjabun (lagu pernikahan).
bujur man banta kerina , semoga bermanfaat





 Kam Ateku Jadi

Voc. Maharani Br Tarigan
Cipt. –
Kunci : normal
C                                 Am
Sada kena ngenca jantung hatiku
C                          G                   C
La kam percaya takandu tentenku
C                                 Am
Sada gelarndu ngenca belas-belasku
C                          G                                   C
La kam percaya sungkunndu teman-temanku

C               Dm                        G              C
Iting iting nande  iting kena nge ateku jadi
C               Dm                        G                C
Iting iting nande iting ula aku i elokkendu

Sada wari gia ku tadingkenndu
Dahin ku dahi lolo kerina itingku
Perban jadina teku kam itingku
Sambar temandu erkuan, ku cemburu

C                            Dm
Lau baleng deher perbulan
C          G              C
Melala tualah pirang
C                              Dm
Palana enggo kita erkuan
C              G                           C
Ula nai mama ginting kita sirang
Em                           Am
Tuhu latih cari makan e
F                    G                            C
Kuidah kena enggo ngadi ngalahku e
Em                           Am
Gia keri ulih encari e
F                    G                            C
Gelah man bandu labo dalih itingku
C                  Dm         C             G               C     
Iting iting nande iting kena nge jantung hatiku
C                  Dm         C             G               C     
Kuja pe nande tigan e ras kena makana malem ateku

Iting iting mama iting kena nge jantung hatiku
Kuja pe nande tigan e ras kena maka malem ateku




Teman asa metua

CIPT: Ferly sitepu


Nande  erjabu ndai anak sintua
Endam permenndu ndai nandeku
Hitam-hitam si buah manggi
Amin mbiring  la kurangmanis
Nde iting si bre biring
Perkeleng na  ngumban kam oh nande ku

Reff
Bapa  kami lanai  bo ngasup sirang
Aloken permenndu ndai bapaku

Entah la gia sekali
Bagi ukurndu perdalan kami
Ula ersumpah ibas pusuh ndu
Gelah sangap pagi perjabun kami

Ulai  mbera-t  ukurndu
Kerna  tak tak perjabunku
Enggo mbelin anak buah barandu

Jaung  epe  aminna  nguda
Adina  tama ibabo para
Metua nge pagi  dungna oh nande

Ajar pasu pasu ndu
Babalah kami ibas totondu
Gelah na panjang pagi perjabunku
Adi nina ukurku
permenndu enda  jatung  hatiku
Ia  me pepagi temanku asa metua





Cawir  Metua
Voc: usman ginting

Di daging nggo metua, rukur ola sisada
enterem teman arih,  ola baba sisada
kuidah tutundu belo, puyuh-puyuhndu mbako
tertande bas tiang sapooo   natap ate megogo

cawir kel kam metua nande
labo la sigegehi , bage denga maka banci
kami kerina anakku.. deba la bagi ukur
baleng-balengi bage  rukur

kuinget masa mbarenda,  mulihta juma nari
ranting pe i berkisii  kuarahken pudi nari
maler panasndu e.. rikutken iluh e
ngepkep kami anaknduuu... nande ningku nande

labo lit nampati... gia teta mesui
bage denga nge maka banci
mberat si man jilenken, lalap la erkedungen
oh nandengku la man morahen

tangis kel aku sisada nginget aku la mbegiken kata
aloi min aku aloi ...ola tendu mesui
aku pagi inganndu metua , ibas susah senangna geluhta
terjeng bage ngenca ngasupku nande , morah ola morahi

  

Anak Mami


ngena ateku anak ndu oh mami
enggo kusura ia inganku ergani-gani
gia dahinnku gundari labo pegawai negeri
ku kelengi nge ia pagi segedang wari
ateku jadi tuhu lanai bo tersambari

amin bage pe ula min aku i jengkali
ibas anakndu si sada e ateku jadi
labo pagi kusuruhi gia aku i rampangi
kekelengenku ku perjuangken sampai mati
si ugapana pe pagi rehna lanai ku sangsi

Reff
deleng meganjang pe kin pagi ku nangkihi
lawit si mbelang pe pagi ku kenengi
gelahna jumpa ras kena si kukelengi oh nande biring
gia mesera kin pe pagi ku geng-gengi
ngayaki kena kugengken ngasa keri
g elahna kita duana cinta sejati cinta sampai mati


Singenan (Balasen Anak Mami)



Cipt. DJ Fajar Pinem

singenan kita duana ma briring
ibas surandu aku inganndu ergani-gani
gia dahinndu gundari labo pegawai negeri
labo urak kel pagi ateku jadi
begi perpaler lau simalem kam ku kelengi

amin uga gia pe pergelundu sekali
labo pernah kam pagi ku jingkali
adi harta banci i cari, adi rupa banci i pilihi
adi ate jadi tuhu lanai bo tersambari
enggo ku arapken ken kam pepagi siengkelengi

deleng meganjang tuhu banci i nangkihi
lawit si mbelang tuhu banci i kenengi
ateku jadi man bandu la tersibari oh mama biring
ngalah dagingndu aku pagi singkuningi
serbut ukurndu aku pagi si ngelayasi
masu-masu Dibata sangap encari jumpa bulan matawari
ateta ngena duana cinta sejati sirang mate pepagi


pedah man ate ngena Voc. Asmahera Br Sinulingga


ateku ngena bage man bandu
bagi kaba-kaba nandangi bunga
ateku keleng bage man bandu
bagi nande engkelengi anakna
bayu si nggo ku bayu
nande bapa nggo tek man bandu
ula kel pagi i osarindu
ula pagi persilahangndu
bagem pedahku man bandu ma biringku …
ula kel pagi ergan sembung
asangken sekinna
bagem tenahku man bandu kusayangi …
ula kel pagi ergan serpi asangken kekelengen
iah aloi-aloi aloi kel aku
turang mama biringku
sinuan-sinuan bide e kap sinjagaisa
emaka aloi aloi aloi kel aku
turang mama biringku
sanganp encari nde iting e
mabiring e pagi sinjagaisa

Share:

SISTEM PERNIKAHAN PADA MASYARAKAT KARO


Ada beberapa sistem pernikahan yang ada di Indonesia : 
  1. System endogami. Pada sistem ini seorang hanya diperbolehkan menikah dalam keluarganya sendiri. Contoh perkawinan seperti ini menurut Van Vollenhoven hanya terdapat di Toraja( Surojo Wingnjodipuro, 1973:152) 
  2. Sistem eksogami. Pada sistem ini seorang diharuskan menikah dengan orang diluar merganya (klannya) atau keluarganya. Perkawinan demikian terdapat di daerah-daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru, Seram ( Surojo Wingnyopuro, 1973, 153). 
  3. Sistem Eleutherogami Pada sistem ini tidak dikenal larangan atau keharusan menikah pada kelompok tertentu. Larangan-larangan yang ada hanyalah yang bertalian dengan ikatan darah atau kekeluargaan (keturunan) yang dekat. Sistem pernikahan ini terdapat di Aceh, Sumatera Timur, Bangka-Belitung, Kalimantan, Minahasa, Sulawesi Selatan, Ternate, Irian Barat, Timor,  Lombok, dan seluruh jawa, Madura.
Sedangkan sistem pernikahan pada masyarakat karo terdiri dari : 

Sistem perkawinan pada merga Ginting, Karo-karo, dan tarigan. 
Pada merga-merga ini berlaku perkawinan eksogami murni, yaitu mereka yang berasal dari submarga Ginting, Karo-karo, danTarigan di larang menikah didalam merga-merganya sendiri, tetapi mereka di haruskan menikah dengan orang diluar merganya. Misalnya antara Ginting Karo-karo atau tarigan dan lain-lainnya. 

Sistem perkawinan pada merga perangin-angin dan sembiring 
Sistem perkawinan yang berlaku pada kedua merga ini adalah eleutherogami terbatas. Letak keterbatasannya adalah seseorang dari merga tertentu perangin angin atau sembiring di perbolehkan menikah dengan orang tertentu dari merga yang sama asala submerganya (lineage) berbeda. Misalnya dalam perangin angin, antara bangun dan sebayang atau antara kuta buluh dan sebayang. Demikian juga dengan merga sembiring, antara brahmana dan meliala, antara pelawi dan depari, dan sebagainya.
    Larangan perkawinan dengan orang dari luar merga-nya tidak dikenal, kecuali antara sebayang dan sitepu atau antara sinulingga dan Tekang yang di sebut sejanji atau berdasarkan perjanjian. Karena pada tempo dulu mereka telah mengadakan perjanjian tidak saling berkawin. Dengan adanya eleutherogami terbatas ini menunjukkan bahwa merga bukan sebagai hubungan genealogis dan asal usul merga tidak sama.
    Syarat-syarat perkawinan pada masyarakat karo. 
    Untuk dapat melangsungkan suatu perkawinan, maka para pihak harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: 
    • Tidak berasal dari satu merga, kecuali untuk merga Perangin-angin dan Sembiring. 
    • Bukan mereka yang menurut adat dilarang untukberkawin karena erturang ( bersaudara), sepemeren, erturang impal. 
    • Sudah dewasa, dalam hal ini untuk mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarkan pada kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab memenuhi kebetuhan keluarga. Untuk laki-laki, hal ini di ukur dengan sudah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan bertani, dan sudah mengetahui adat berkeluarga ( meteh mehuli). Sedangkan untuk perempuan hal ini di ukur dengan telah akil balik, telah mengetahui adat ( meteh tutur), dan sebagainya. 
    Sedang UU no.1/1974 tentang perkawinan menentukan seorang perempuan boleh menikah apabila telah berusia 16 tahun dan laki-laki berumur 19 tahun.


    Perkawinan pada masyarakat karo berfungsi untuk :

    a. Melanjutkan hubungan kekeluargaan
    b. Menjalin hubungan kekeluargaan apabila sebelumnya belum ada kekeluargaaan.
    c. Melanjutkan keturunan dengan lahirnya anak-anak laki-laki dan perempuan.
    d. Menjaga kemurnian suatu keturunan
    e. Menghindarkan berpindahnya harta kekayaan kepada keluarga lain.
    f. Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan.





    Jenis-jenis perkawinan Berdasarkan jumlah istri dikenal perkawinan monogamy dan poligami.

    Perkawinan poligami biasanya terjadi karena :
    a. Tidak mendapatkan keturunan 
    b. Tidak memperoleh keturunan laki-laki 
    c. Saling mencintai 
    d. Tidak adanya persesuaian dengan istri pertama 
    e. Meneruskan hubungan kekeluargaan

    Berdasarkan proses terjadinya, perkawinan dapat dibagi atas perkawinan senang sama senang ( karena percintaan) dan perkawinan atas prakarsa (peranan orang tua) yang biasanya terjadi karena mempertahankan hubungan kekelurgaan atau karena pihak perempuan telah hamil.

    Berdasarkan status dari pihak yang berkawin maka perkawinan pada masyarakat pada masyarakat karo di bagi yaitu:

    1. Ganci abu ( ganti tikar) 
    Ganci abu yaitu bila seorang perempuan menikah dengan seroang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri. Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak yang telah dilahirkan pada perkawinan pertama dan untuk menjaga keutuhan harta dari perkawinan pertama.

    2. Lako man ( turun ranjang)
     Lako man yaitu bila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang awalnya adalah istri saudaranya atau bapaknya yang terlah meninggal dunia. Adapun jenis-jenis “lako man” adalah: 
    1. Perkawinan mindo nakan Adalah suatu perkawinan antara seorang laki-laki dengan seroang perempuan  bekas istri saudara ayahnya. 
    2. Perkawinan mindo cina Adalah suatu perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan yang menurut tutur adalah neneknya 
    3. Kawin mindo ciken Adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan bekas istri ayah/saudaranya, yang telah diperjanjikan terlebih dahulu. Hal ini terjadi pada zaman dahulu, dikarenakan seorang perempuan yang masih sangat muda dikawinkan dengan seorang laki-laki yang sudah tua; lalu di perjanjikan sebelumnya bahwa salah seorang dari putra/saudaranya sebagai ciken (tongkat) apabila suaminya kelak meninggal dunia. Alasan adanya perkawinan ini untuk kepentingan keluarga.
    4. Iyan          Pada zaman dahulu bila seseorang mempunyai dua orang istri atau salah seorang diantaranya tidak/belum mempunyai putra (keturunan), di lain pihak salah seorang saudara suami itu belum mempunyai istri, lalu istri yang tidak berputra itu dialihkan/disahkan menjadi istrinya dengan harapan : - Tetap terpeliharanya hubungan kekeluargaan dengan pihak wanita. -          Adanya harapan dengan suami baru itu, ia akan memperoleh keturunan. Contohnya Liat dalam Pustaka Kembaren dan cerita antara Pincawan dan Lambing (Sebayang). Inilah yang terjadi pada Sebayang dengan Pincawan dan Kembaren ( Sijagat) dengan Kembaren Perti.
    5. Ngalih,  Adalah lako man kepada isteri abang ( Kaka)
    6. Ngianken Adalah lako man kepada isteri adik ( agi)

    3. Piher Tendi/ erbengkila Bana 
     Adalah perkawinan antara orang yang menurut tutur siwanita memanggil bengkila kepada suaminya. Didaerah karo langkat ini di sebut perkawinan piher tendi. Berdasarkan kesungguhan perkawinan, dikenal perkawinan sesungguhnya dan kawin gantung/simbolis (cabur bulung), yaitu suatu perkawinan antara dua orang yang belum cukup umur (anak-anak) yang hanya bersifat simbolis saja. Dengan alas an untuk menghindarkan malapetaka bagi salah satu pihak, yang diketahui dari suratan tangan, mimpi atau petunjuk dari dukun. Atau karena seorang diantaranya sakit.

    Proses perkawinan seperti ini sama seperti perkawinan biasa, akibatnya apabila salah seorang pada kemudian hari ingin kawin dengan orang lain, mengharuskan nya untuk:
    a. Memberitahukan kepada pihak lainnya.
    b. Kalau pihak perempuan ingkar, maka ia harus mengembalikan uang jujuran tempo dulu.
    c. Kalo pihak pria yang ingkar, maka ia kehilangan uang jujuran yang telah diserahkannya tempo dulu.


    Pelaksanaan perkawinan gantung ada kalanya juga didasari keinginan kedua belah pihak keluarga, agar setelah mereka besar/dewasa benar benar menjadi suami istri.
    Berdasarkan kedudukan yang kawin terhadap saudaranya sendiri yang belum/sudah kawin, maka di kenal perkawinan biasa yaitu bila yang kawin itu tidak mendahului kakak-kakaknya untuk berkawin dan perkawinan nuranjang (ngelangkah), yaitu bila seorang/kedua-duanya yang kawin mendahului kakaknya untuk kawin. Dalam hal demikian, untuk menjaga agar yang diilangkahi kawin, jiwa (tendi)nya tidak merasa terganggu, maka bagi adik yang mendahuluinya kawin diwajibkan oelh adat untuk membayar utang (nabei) sebagai mohon doa restu.

    Berdasarkan jauh dekat nya hubungan kekeluargaan dari yang berkawin, maka di kenal 4 jenis perkawinan yakni : 

    a. Pertuturken
         Perkawinan pertuturken yaitu suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan; dimana mereka bukan rimpal (ayah siperempuan bersaudara dengan ibu si pria). Perkawinan demikian dibolehkan oleh adat asal tidak ada larangan seperti : erturang ( satu merga) untuk ginting, karo-karo, dan tarigan kecuali peranginangin dan Sembiring, erturang impal, erturang sepemereen atau adanya larangan lain seperti antara sitepu sebayang ( karena janji zaman dahulu)
           Kiranya perlu dicatat bahwa didalam merga peranginangin dan sembiring terjadi perkawinan di dalam satu merga. Contohnya antara: Sebayang Kuta Buluh/Sukatendel, antara bangun sebayang dan sebagainya. Menurut cerita dibolehkan sebayang mengawini beru Kuta Buluh karena ditemukannya subang beru Kuta Buluh yang hilang sewaktu ditempa ( wawancara dengan Gettum).
            Akan tetapi, bagaimana peranginangin Kuta buluh diperbolehkan mengawini beru sebayang di Gunung atau antara Bangun dan Sebayang tidak ada cerita yang memberi keterangan.
           Hal ini menurut hemat penulis dibenarkan karena memang submerga itu tidak berasal dari satu keturunan darah atau karena kesulitan wanita pada waktu itu. Demikian juga halnya pada merga sembiring simantangken biang ( yang tidak makan daging anjing) mereka boleh berkawin sesamanya.  Mengenai hal ini diceritakan karena dahulu mereka membakar mayat (pekawaluh) yang membutuhkan biaya yang sangat mahal. Akibatnya sehabis acara tersebut sering sekali mereka jatuh miskin. Oleh karena itu gadis-gadis luar dari merga sembiring tidak mau kawin dengan mereka ( JH.Neumann 1972:27).
           Cerita kedua mengatakan pada zaman dahulu mereka adalah orang kaya-raya. Mereka takut kalau kawin dengan orang diluar merga-nya. Akhirnya untuk menghindarkan itu mereka membolehkan perkawinan sesame mereka sendiri didalam merganya (wawancara dengan Ngatas Milala) Menurut cerita merga sembiring siman biang (sembiring yang makan daging anjing) seperti keloko, kembaren, dan sinulaki tidak mau kawin di dalam merga sembiring. 
     Akan tetapi didalam praktik seperti terjadi di Limang, Sampe raya , atau di karo jahe, Merga kembaren/Keloko boleh mengawini beru Brahmana.juga perkawinan antara sembiring Pelawi dengan beru sembiring keloko (kembaren) di perbolehkan.
             Jadi kesimpulan bahwa sembiring siman biang tidak kawin dengan sembiring lainnya ternyata tidak benar. Masalahnya sekarang bagaimana menjelaskan ketidaksesuaian antara cerita dengan praktek ini? Ini menjadi bahan pemikiran. Penulis lebih menyetujui pendapat bahwa merga sembiring ini bukan berdasarkan hubungan geneakologis, tetapi bersifat territorial. Oleh karena itu mereka boleh berkawin di dalam merga-nya sendiri seperti pada merga peranginangin. Pada zaman dahulu memang setiap orang selalu mendekatkan hubungan kekeluargaan dengan yang lainnya, karena itu ada cerita yang mengatakan suku karo itu berasal dari putra-putra kakek/nenek yang bernama Karo. Cerita demikian kalau kita teliti asal-usul masing-masing merga apalagi submerge-nya, maka kita tidak dapat menerimanya. 

    b. Erdemu Bayu 
    Perkawinan erdemu bayu adalah perkawinan antara seorang laki-laki seorang perempuan dimana ayah siperempuan bersaudara dengan ibu silaki-laki. Hubungan antara mereka yang kawin dalam hal ini disebut rimpal. Atau siperempuan di sebut beru puhun atau beru singumban dari silaki-laki dan perkawinan yang demikianlah yang diharapkan oleh adat orang karo. 

    c. Merkat senuan 
    Perkawinan merkat senuan adalah suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki seorang dara, putri puang kalimbubunya. Perkawinan ini biasanya sangat dihindarkan dan umumnya hanya terjadi dalam hal-hal tertentu saja seperti :
    1) Kalimbubu (putranya) tidak mengawini putrid dari puang kalimbubu itu.
    2) Kalimbubu tidak mempunyai istri untuk dikawini, maka untuk menghindarkan putusnya hubungan kekeluargaan diadakanlah perkawinan merkat senuan.
    3) Kalimbubu tidak memiliki putra untuk mengawini putrid kalimbubunya atau puang kalimbubu dari silaki-laki yang mengawini dara itu.

     d. La Arus 
    Perkawinan La arus Adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan menurut adat terlarang seperti mengawini turang, turang impal atau putri anak beru. Untuk terlaksananya perkawinan itu harus ada sanksi adat, seperti terjadi pada rumah empat tunduk di Kuta Buluh. Dimana ia mengawini beru kembaren dari paya enggugung dan karenanya tidak boleh menjadi sebayak di Kuta Buluh. Sebelum Runggu maba belo selembar dimulai, terlebihdahulu diadakan acara nabei ngobah tutur (wawancara dengan Jakup Sebayang dan Peringaten Peranginangin)



     Ditulis ulang dari buku : ADAT KARO,Darwan Prinst, SH, 2008, Bina Media Perintis
    Share:

    Rabu, 17 Agustus 2016

    Upacara Kelahiran Pada Masyarakat Karo

    Upacara Kelahiran Pada Masyarakat Karo

    1. Pendahuluan

    Kelahiran merupakan awal kehidupan di dunia ini, oleh karena itu kelahiran mendapat perhatian yang amat besar pada masyarakat karo. Orang karo beranggapan bahwa permulaan yang baik akan membawa hasil yang baik pula.

    Jauh-jauh sebelum seorang wanita hamil melahirkan, orang tua-tua telah mengadakan persediaan, antara lain tambar "obat-obatan".

    Baiklah kita perbincangkan beberapa ramuan obat yang ada hubungannya dengan kelahiran ini.

    Tambar ngerawis
    Pulungena :
    Bunga gadung mbelin
    Bunga megara

    Bunga-bunga enda digatgati, itama ku bas mangkung si risi lau, kenca e i inem

    artinya :
    Obat melahirkan:
    Ramuannya :
    Bunga ubi si arang
    Bunga Kembang sepatu

    Bunga-bunga ini di cincang, ditaruh kedalam mangkuk yang berisi air, sesudah itu airnya diminum.

    obat diatas diberikan diminum oleh wanita hamil yang segera akan melahirkan agar proses melahirkan itu berjalan lancar.

    Dan segera setelah melahirkan, dibuat pulalah tambar enggo mupur, yaitu obat yang berfungsi memperkuat tubuh wanita yang baru melahirkan yang memang agak lemah. Oleh karena itu perlu sekali untuk memulihkan kesehatannya.

    Adapun ramuan obat yang dimaksud diatas sebagai berikut:

    Tambar enggo mupur

    Pulungenna :
    Buah bahing
    Buah Kelawas
    Buah Kaciwer
    Buah Kembiri
    Buah Lada
    Buah lasuna
    Buah pia
    Buah Jerango
    Buah kuning gajah
    Buah Temu
    Buah kuning
    Buah sabi

    Kerina pulungen enda i gilih menuli-mehuli ; itama sitik lau; kenca bage isapuken ku daging si suin e.

    Terjemahan:

    Obat penguat tubuh wanita yang baru melahirkan

    Ramuanya :
    Buah Jahe
    Buah lengkuas
    Buah Cikur
    Buah kemiri
    Buah merica
    Buah bawah putih
    Buah bawah merah
    Buah Jerangau
    Buah kunyit gajah
    Buah temu lawak
    Buah kunyit
    Buah sawi

    Semua ramuan ini digiling baik-baik; ditaruh sedikit air; sesudah itu dioleskan ke tubuh orang yang sakit itu.

    sering pula terjadi bahwa payudara wanita yang baru melahirkan itu, terutama wanita yang baru pertama melahirkan, tidak atau sukar mengeluarkan air susu. Hal ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, sebab sang bayi yang baru lahir itu membutuhkannya.

    Adapun obat yang diperlukan untuk ini adalah :

    Tambar la Erlau cucu.

    Ibuat bunga tepu kerbo.
    ireme bas lau, kenca e i inem launa.

    Terjemahannya :
    Obat tidak mempunyai asi

    Diambil bunga mombang kerbau.
    Direndam di dalam air, sesudah itu diminum airnya.

    2. Nitik Wari

    Pada saat melahirkan sang bayi, memang banyak wanita yang menjerit-jeri keseakitan. Untuk menghibur maka wanita-wanita tua yang menangani kelahiran itu  berkata : Tahanken kal kadih. bage kin nge. Nelenca bagi si nelen galuh tasak, ntabeh jananh ntebu. Ngutahkensa bagi si ngutahken pungga, merisi janah mesui.
    Yang berarti : Tahankan benar-benar kawan. memang begitulah. Menelannya ibarat menelan pisang masak, enak lagi manis. Memuntahkan nya seperti memuntahkan batu asahan, kesat lagi sakit.

    Ucapan sang wanita tua itu merupakan suatu kiasan yang kira-kira bermakna, bahwa pada saat mereka memasuki pelaminan, mereka senang dan gembira lupa segala kesusahan, tetapi setelah hamil dan melahirkan, sang ibu menderita sakit dan pahit getir.

    Segera setelah sang bayi lahir kedunia, setelah tali pusatnya dipotong dengan sembilu, setelah dimandikan dan dibungkus dengan kain, maka orang tua-tua meminta bantuan sang guru atau sang duku untuk nitik wari "menentukan hari". Kepada sang dukun ditanyakan apakah bayi itu nunda atau tidak. Yang dimaksud dengan istilah nunda ialah " mendatangkan bahaya kematian bagi ayah atau ibunya".

    Sang dukun pun memeriksa bagaimana letak sang bayi waktu lahir serta mencocokannya dengan katika si telupuluh yang terdapat pada masyarakat karo, yaitu :

    1. Aditia
    2. Suma Pultak
    3. Nggara telu wari
    4. Budaha
    5. Beraspati pultak
    6. Cukera enem berngi
    7. Belah naik
    8. Aditia Naik
    9. Suwa siwah
    10. Nggara sepuluh
    11. Budaha ngadep
    12. Beraspati tangkep
    13. Cukera lau
    14. Belah Purnama
    15. Tula
    16. Suma cepik
    17. Nggara enggo tula
    18. Budaha Gok
    19. Beraspati sepuluh siwah
    20. Cukera duapuluh
    21. Belah turun
    22. Aditia Turun
    23. Suma
    24. Nggara si mbelin
    25. Budaha Medem
    26. Beraspati medem
    27. Cukara mate
    28. Mate bulan
    29. Dalin Bulan
    30. Sami rasa

    Pada masa dahulu, anak yang nunda itu harus dibuang ke hutan atau dihanyutkan ke sungai, agar ayah atau ibunya selamat dari kematian. Memang hal ini memilukan hati tetapi mana yang lebih berharga: ayah ibu ataukah anak yang baru lahir.

    3. Dumbarat.

    Segera setelah kelahiran bayi tersebut maka sang ibu biasanya dumbarat "tidur dekat api". Sang ibu beserta sang bayi berbaring dekat api yang telah dipasang di dapur rumah adat atau rumah siwaluh jabu "rumah yang terdiri dari delapan keluarga".

    Api ini berfungsi memanasi tubuh sang ibu dan sang bayi. Dumbarat ini biasanya berlangsung selama dua tau tiga minggu. Selama dumbarat ini sang ibu diberi makan bubur nasi yang dibubuhi garam serta merica. Dengan memakan bubur ini diharapkan agar air susu sang ibu menjadi banyak.

    Sang ibu yang sedang dumbarat ini dilarang mengadakan gerakan-gerakan yang tidak perlu. Sang ibu tidak boleh pergi ke ture "beranda" atau ke kesain "halaman", kalau tidak perlu sekali.

    Untuk melayani sang ibu yang baru melahirkan serta dumbarat ini, biasanya ada wanita tua yang bertindak sebagai penjaga dan pelayan.

    4. Tangkal 

    Beberapa saat setelah sang bayi lahir, perlu dibuat tangkal menolak bala. Menurut kepercayaan orang karo, begu "hantu" dan begu ganjang   "hantu panjang / hantu tinggi" suka sekali mengganggu sang ibu dan sang bayi.

    Untuk menolak serta menghindarkan gangguan hantu-hantu itu, maka dibuatlah beberapa ikatan yang terdiri dari daun kalinjuhang, tujung batang lidi dan daun sangka sempilet. Bahan-bahan tersebut diikat dengan benang benalu  "suatu benang yang berwarna merah-hitam-putih". Kemudian disemuri dengan belopenurungi   "suatu ramuan yang terdiri dari sirih, bawah merah, bawah putih, merica, gambir, dan kapur". Banyaknya ikatan tersebut tergantung pada keperluan.

    Dibagian tengah di atas tiap-tiap pintu rumah tempat lahir sang bayi itu, digantungkan sebuat ikatan tersebut. Dengan berbuat demikian, orang percaya bahwa hantu-hantu yang ingin merenggut nyawa sang ibu dan sang bayi, tidak berani lagi mendekat.

    Sebuah ikatan ditempatkan di dekat wanita yang dumbarat itu. Tiap kali sang wanita turun dari rumah, baik pada siang hari ataupun malam hari, maka ikatan tersebut harus tetap ada ditangannya, agar dia terhindar dari malapetaka.

    Menurut kepercayaan orang karo, purih tonggal   "lidi tunggal" yang sudah dimanterai oleh sang dukun, mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk mengusir begu  dan begu ganjang yang sangat ganas itu, sehingga tidak berani lagi mendekati serta menyiksa sang ibu beserta sang bayi yang baru lahir itu. Demikianlah setiap kali sang ibu ada keperluan pada malam hari keluar rumah, misalnya ke ture  "beranda rumah adat" maka terlebih dahulu dilemparkan bara api keluar rumah  atau seseorang wanita lain disuruh terlebih dahulu ke luar rumah membawa api, sebagai alat untuk mengusir begu dan  begu ganjang. Purih tonggal  itu harus tetap dibawa oleh sang ibu yang baru melahirkan itu, sampai upacara pejuma-jumaken selesai.

    5. Petelayoken

    Paling lambat delapan hari setelah sang bayi lahir kedunia, diadakanlah upacara adat petelayoken, yaitu upacara membawa sang ibu dan sang bayi ke sungai.

    Sarana-sarana atau bahan-bahan yang harus disediakan sebelum turun ke sungai, antara lain :

    a. Sebuah tongkat bagi sang ibu yang baru melahirkan itu dan tongkat ini diperbuat dari batang beski "pimping" yang diukir dengan ukiran tertentu atau diperbuat dari pangguh  "bagian yang keras dari pohon enau". Tongkat ini harus terlebih dahulu dimaterai oleh sang dukun. Tongkat ini dipakai oleh sang ibu ketika turun ke sungai.

    b. Purih Tonggal  "lidi tunggal".
    c. Dua jenis sirih, yaitu belo cawir  "sirih yang baik" dan belo baja minak  "sirih bercampur daun baja dan minyak kelapa" yang banyaknya menurut kebutuhan.
    d. Pundang,  yaitu sobekan-sobekan kain yang dipilin dan dibakar sehingga menimbulkan asap dan banyaknya menurut keperluan.
    e. Abu dapur yang ditaruh dalam daun keladi.
    f. Gantang beru-beru, yaitu suatu takaran yang terbuat dari ruas bambu dan gantang beru-beru ini diisi dengan pangir   "lahir".
    g. Jerango  "jerangau" yang telah dimaterai oleh sang dukun, untuk menakut-nakuti serta mengusir begu ganjang.

    Satu dari setiap jenis yang tersebut pada  c, d, e   diatas, diletakkan pada setiap simpang jalan yang terdapat pada sepanjang  jalan menuju sungai. Fungsinya adalah untuk menghalau begu dan begu ganjang, agar si ibu dan sang bayi terhindar dari gangguannya.

    Sang bayi harus digendong ke suangai. Kalau sang bayi berjenis kelamin pria, maka yang menggendong haruslah maminya, yaitu istri dari kalimbubu, istri dari saudara laki-laki wanita yang bersalin itu. Menurut adat karo, anak dilaki  "anak laki-laki" dipandang sebagai tuah atau rezeki bagi pihak kalimbubu  "pemberi dara". Menurut adat karo, bila anak laki-laki tersebut telah besar dan dewasa, maka dia berhak mengawini puteri kalimbubu. Dia adalah pelayan bagi pihak kalimbubu, dan dengan berlangsungnya perkawinannya dengan puteri kalimbubu, maka kekerabatan tetap erat.

    Kalau sang bayi itu berjenis kelamin wanita, maka yang menggendongnya turun ke sungai adalah bibinya, yaitu saudara perempuan dari ayah sang bayi. Menurut adat karo, anak diberu  "anak perempuan" adalah tuah atau rezeki pihak anak beru  "penerima dara". Anak perempuan ini kelak akan menjadi suruh-suruhan atau pelayan sang bibi. Dan dapat dikawinkan dengan putera sang bibi, untuk memperkuat tali kekerabatan yang sudah ada.

    Dikala matawari nangkih   "matahari naik", rombongan pun mulailah berjalan turun ke sungai. Adapun susunan arak-arakan itu sebagai berikut: Dimuka sekali berjalanlah sang dukun sebagai perintis jalan dan dibelakangnya menyusul mami (kalau sang bayi itu pria), kemudian ibu sang bayi diiringi kaum kerabat. Tetapi kalau sang bayi adalah wanita, maka dibelakang sang dukun berjalanlah ibu sang bayi diikuti oleh bibi yang menggendong bayi itu, diiringi oleh kaum kerabat.

    Turun ke sungai dilangsungkan di waktu matawari nangkih  "matawari naik"  dengan harapan agar nangkih tuah ras kinibayaken  "naik rezeki dan kekayaan".

    Sesampainya di sungai, maka ibu, bayi, dukun, bidan serta semua yang ikut pun mandilah dan berlangir. Setelah selesai mandi dan berlangir merekapun pulanglah ke rumah. Sewaktu berjalan pulang ke rumah , susunan arakan sama saja, kecuali sang dukun yang berjalan dibelakang. Dukun berjalan dibelakang sekali untuk menjaga gangguan serta serangan begu dan begu ganjang terhadap sang ibu dan sang bayi.

    Setiba di rumah sang dukun menaruh sirip ikan belang mata  "lebar mata / mata besar"  berserta belo cawir dan belo baja minak ditungku tengah dapur rumah adat dengan maksud agar rezeki dapur jangan berkurang bahkkan bertambah. Hal ini dilakukan sebab sang ibu yang baru melahirkan itu dumbarat beberapa lama dekat dapur itu. Dengan berbuat demikian, dewa dapur tidak merasa dinodai tempatnya dan tidak merasa kecil hati apalagi sakit hati.

    Sepulang dari sungai mereka pun makan bersama semua, karena memang capek dan tentu saja merasa lapar. Lauk pauk atau kawan nasi utama diwajibkan ikan belang mata. Rasa ikan tersebut asin. Dengan memakan ikan yang asin itu terkandunglah harapan gelah masin kata ibelasken anak e  "agar kata-kata yang diucapkan anak itu dipercayai, dihargai serta dituruti oleh orang lain" pada masa mendatang.

    Setelah selesai makan, dimulailah memilih nama bagi sang bayi itu. Kalau menurut sang dukun nama itu adalah baik, maka ditetapkanlah serta diumumkan kepada para hadirin dengan harapan agar mereka pun masing-masing menyiarkannya kepada orang lain dikampung itu.

    6. Pejuma-jumaken

    Empat atau lima hari setelah petelayoken, anak itu dibawa ke ladang atau kesawah. Anak itu diperkenalkan dengan dasar penghidupan, yaitu pertanian.

    Acara adat ini dalam bahasa karo disebut pejuma-jumaken atau erjuma tiga.
    Baru setelah pejuma-jumaken ini sang anak dapat di bawa ke tempat-tempat lain atau ke kampung-kampung lain.

    Dengan cara peruma-jumaken ini diharapkan agar sang anak kelak dapat menghargai sawah ladang serta rajin menggarapnya demi kehidupan yang lebih baik.

    7. Iket

    Kemudian, setelah upacara pejuma-jumaken itu, maka orang tuanya mengantarkan anak tersebut ke rumah kalimbubu (kalau anak itu pria) atau ke rumah anakberu (kalau anak itu wanita).

    Kalimbubu atau anak beru yang didatangi itu merasa sangat berbahagia. Biasanya mereka memberikan duit serpi  "uang logam" kepada anak itu yang mengandung makna iket  "ikat", supaya anak itu selalu sehat walafiat, jangan sakit-sakitan. Di samping duit serpi juga diberikan uis perembah  "kain penggendong" yang mengandung pengertian agar anak itu  nteguh iembah   "kuat digendong", lanjut serta panjang umurnya , tidak sakit-sakit.

    8. Ergunting

    Beberapa lama kemudian, setelah gigi anak itu tumbuh, ditetapkanlah hari buat ergunting  "memotong rambut". Harus diingat benar -benar bahwa hari ergunting tidak boleh bersamaan dengan hari lahirnya dulu, sebab jika bersamaan dapat menimbulkan akibat buruk.

    Kalau anak itu seorang pria, maka yang akan memotong rambutnya adalah mamanya, yaitu saudara laki-laki ibu anak itu.
    Kalau anak itu seorang wanita, maka yang memotong rambutnya adalah bengkilanya, yaitu suami saudara perempuan ayah anak itu.

    Ada sesuatu kepercayaan pada masyarakat karo, bahwa kalau pemotongan rambut yang pertama sekali tidak dilakukan oleh mama atau bengkila, mungkin sekali anak itu akan selalu menderita sakit, sebab tendi buk   "roha rambut" anak itu akan merasa dihina.

    Kalau pemotongan rambut pertama kali telah dilakukan oleh mama atau bengkila, maka pemotongan  rambut selanjutnya dapat dilakukan oleh siapa saja, dan tidak akan berakibat apa-apa, apalagi akibat buruk.


    daftar bacaan :
    1. Romer, Dr.  1908 : Bijdrage tot de Geneeskunst der Karo-Bataks.  T.B.G deel 50; pp 205-287
    2. Tambun, P. 1952 : Adat Istiadat Karo, Jakarta, Balai Pustaka.


    Sumber : Prof. DR. Henry Guntur  Tarigan  : Percikan Budaya Karo, diterbitkan oleh yayasan Merga silima, dicetak oleh PT. Kesaint Blanc Indah Corp.


    Share:

    Categories

    Ordered List

    Sample Text

    Definition List